Sejak bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya hingga saat ini, meskipun telah diupayakan dengan berbagai kebijakan ekonomi politik, kelompok pengusaha dengan klarifikasi seperti itu belum tampak. Yang muncul adalah jenis pengusaha yang keberadaan nya tergantung pada fasilitas pemerintah atau yang lebih dikenal dengan pengusaha klien.
Pengusaha birokrasi sebagai kekuatan yang dominan atau sering disebut sebagai rezim otoriterisme birokratik, berkaitan erat dengan proses pembangunan tang dilaksanakan di Negara berkembang. Ada 5 indikator dari suatu rezim birokratik otoriter menurut Guilermo O’Donnel:
1. Tidak berlakunya hipotesis modernisasi dengan demokratis
2. Negara sebagai variable penting untuk melaksanakan perubahan tanpa dipengaruhi oleh kekuatan social lainnya
3. Militer sebagai lembaga pendukung ekonomi
4. Pentingnya koalisi antara kekuatan dominan yang mendukung rezim tersebut
5. Memasukkan variable internasional
Sifat rezim Orde Baru
1. Pemerintah dipegang oleh militer, tidak sebagai diktatr pribadi, tetapi sebagai lembaga yang berkolaborasi dengan teknokrat sipil
2. Ia didukung oleh pengsaha oligopolistic, yang bersama Negara berkolaborasi dengan masyarakat bisnis internasional
3. Pengambilan keputusan bersifat birokratik-teknokratik
4. Massa dimobilisasikan
5. Untuk mengendalikan oposisi, pemerintah melakukan tindakan represif
Dengan sifat dan ciri rezim orde baru seperti diatas, dalam konteks penguasa dan pengusaha, akan terwujud suat sistem patrimonial dimana penguasa birokrasi melalui kekuasaan yang dimiliki menjadi patron terutama bagi kelompok-kelompok pengusaha yang diajak bekerja sama.
Terbentuknya pengusaha klien
Ketika pemerintah Meiji di Jepang akan melakukan industrialisasi pada abad XIX, kebijaksanaaan Pemerintah Meiji adalah untuk memberikan proteksi dan subsidi kepaa para pengusaha agar dapat terbentuk kelompok borjuasi industry nasional. Hal yang sama juga dilakukan oleh Korea Selatan pada pemerintahan Rhee atau Park Chunng Hee pada pertegahan abad XIX ini.
Sejauh ini meskipun Indonesia dinilai cukup berhasil melaksanakan industrialisasi, perusahaan besar yang tangguh belum lagi muncul. Konglomerasi yang ada dinilai hanya jago kandang, karena mereka hanya lebih mengandalkan pada permintaan dalam negeri, tetapi kurang mampu bersaing di pasaran internasional. Hal ini tidak mengherankan karena konglomerasi yang tumbuh di Indonesia bukan berasal dari seleksi alam, melainkan dari prakrik-praktik patronase politik yang melibatkan para pengusaha dan kalangan elit birokrasi
Karakteristik pengusaha orde baru
Ketika pemerintah orba yang didukung oleh militer mulai menjalankan kekuasaannya, kondisi ekonomi Indoesia sangat memprihatinkan karea inflasi mencapai 600%, sedangkan utang yang macet hingga $2 milyar, dan kegiatan investasi praktis lumpuh.
Tahun 1970-an Indonesia mulai dibanjiri investasi asing, erutama dari jepang dalam bentuk perusahaan patungan. Yang paling banyak diminati saat itu adalah lisensi impor berbagai kebuthan bahan pokook. Selain adanya fasilitas atau kemudahan yang diberikan pemerintah, bidang ini paling banyak mendatangkan keuntungan. Kegairahan usaha yang ditambahkan dengan bom minyak ini telah mengontrol pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 7% pertahun dari target 5% per tahun.
Kemudahan-emudahan yang diberikan pemerinah melalui kredit investasi sering dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk kepentingan pribadii. Seperti yang diungkapkan oleh Kwiek Kian Gie, beberapa cara licik yang dimanfaatkan oleh para pengusaha yaitu:
1. Overpricing, yaitu melipat gandakan harga produk impor ntuk investasi sehingga seorang pngusaha dapat memperoleh barang sekaligus;
2. Mengeduk pinjaman dari bank sebanyak mungkin;
3. Memanipulasi pembukuan dan prospectus perusahaan guna menguras dana murah massyarakat dari bursa saham.
Momen Penting Terbentuknya Patron Bisnis
1. Program benteng: dimaksudkan untuk membantu mendorng kaum pribumi agar mereka lebih aktif terjun dalam dunia usaha.
2. Pemerintah mengakomodasi kekuatan militer dalam parlemen serta peran politik lainnya sebagai dampak unjuk rasa yang dilakukan militer pada 17 Oktober 1952
3. Pemberontakan DII/TII dan PRRI/Permesta mendorong peran militer dalam politik semakin kuat.
4. UU Darurat Militer tidak hanya memberi peran yang kuat militer dalam politik, juga dalam bidang ekonomi.
5. Perubahan peta politik sesudah 1965
6. Pada masa pemulihan ekonomi, Orba mengundang modal asing untuk memperoleh kepercayaan dari luar negeri.
7. Kelimpahan uang minyak merupakan lompatan besar dalam pembentukan patronase bisnis.
Pembangunan dan Pertahanan Patronase Bisnis
1. Golongan pengusaha dan pedagang di awal orba tidak memiliki peran politik.
2. Dengan kekatan ini, patron politik mengalokasikan kekayaan Negara serta memberi konsensi Negara kepada pengusaha klien yang bergantung pada birokrat politik.
3. Terjunnya para pejabat tinggi ke dalam bisnis tidak memperkuat kedudukan mereka dalam kekuasaan politik dan birokatis, tetapi uga menadi pengusaha patron yang sekaligus memegang kendali politik.
4. Keberhasilan bisnis di kalangan patron politik tidak ditentukan oleh kemampuan modalnya memenangkan kompetisi
5. Perusahaan dagang yang dikuasai militer lebih sebagai lembaga untuk mengalokasikan lisensi-lisensi impor dan pendistribusian kepada pengusaha China dan asing.
6. Para birokrat politik yang terjun dalam dunia bisnis bukan lah kalangan yang memiliki modal, teknologi dan pngetahuan atau pengalaman mengelola bisnis.
7. Persekutuan ini mereka bangun tidak melaui saluran-saluran kebijakan umum yang diatur dalam sebuah departemen, tetapi melalui hubungan langsung di antara pusat-pusat kekuasaan dengan kelompok bisnis tertentu.
8. Untuk konsensasi pertambangan dan kehutanan, para birokrat politik yang terjun dalam dunia bisnis tidak memerlukan dana dari Negara, karena perusahaan patungan mereka sepenuhnya didanai oleh modal asing.
9. Para pengusaha yang bergantung kepada patron politiknya selalu memanfaatan patron mereka untuk memperoleh akses usaha yag lebih luas.
10. Para birokrat politik yang tumbuh menjadi pengusaha patrn tidak berkepentingan dngan akumulasi modal yang produktif.
11. Tergantungnya para pengusaha klien pada patron politik bersumber pada posisi politik patron.
12. Dalam hubungannya dengan poolitik ekonomi perusahaan-perusahaan yang dibangun dalam patronase bisnis memperoleh fasilitas proteksi tariff yang tinggi dan hak memonopoli untuk menguasai pasar domestic.
13. Tujuan para pejabat dan keluarga terjun alam dunia bisnis lebih bertujuan memupuk kekayaan dibandingkan investasi besar yang berjangka panjang
14. Patronase dibangun dan dipertahankan jaminan politik tanpa demokrasi dan perlindungan HAM.
Tipe Pengusaha Klien
1. Government Contractor: berbagai macam kontrak pemerintah diberikan kepada warga Negara sering digunakan untuk mendapatkan dukungan dari pengusaha pribumi.
2. Monopoly traders: mengumpulkan upeti dari para pedagang adalah metode konvensional yang sudah berlaku semenjak para colonial hingga saat ini untuk membiayai kegiata politik mereka.
3. Concessionaires: Negara memiliki wewenag untuk memberikan konsensi kepada mereka yang berkeinginan untuk mengekspoitasi sumber daya alam yang dimiliki Negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945
4. Licensed Manufacture: kategori ini berkaitan dengan perencanaan ekoonomi kebijakan intervensionis dari Negara.
5. State-private joint venture antara sector swasta dan Negara dibentukoleh kebijakan pemerintah.
Pengusaha birokrasi sebagai kekuatan yang dominan atau sering disebut sebagai rezim otoriterisme birokratik, berkaitan erat dengan proses pembangunan tang dilaksanakan di Negara berkembang. Ada 5 indikator dari suatu rezim birokratik otoriter menurut Guilermo O’Donnel:
1. Tidak berlakunya hipotesis modernisasi dengan demokratis
2. Negara sebagai variable penting untuk melaksanakan perubahan tanpa dipengaruhi oleh kekuatan social lainnya
3. Militer sebagai lembaga pendukung ekonomi
4. Pentingnya koalisi antara kekuatan dominan yang mendukung rezim tersebut
5. Memasukkan variable internasional
Sifat rezim Orde Baru
1. Pemerintah dipegang oleh militer, tidak sebagai diktatr pribadi, tetapi sebagai lembaga yang berkolaborasi dengan teknokrat sipil
2. Ia didukung oleh pengsaha oligopolistic, yang bersama Negara berkolaborasi dengan masyarakat bisnis internasional
3. Pengambilan keputusan bersifat birokratik-teknokratik
4. Massa dimobilisasikan
5. Untuk mengendalikan oposisi, pemerintah melakukan tindakan represif
Dengan sifat dan ciri rezim orde baru seperti diatas, dalam konteks penguasa dan pengusaha, akan terwujud suat sistem patrimonial dimana penguasa birokrasi melalui kekuasaan yang dimiliki menjadi patron terutama bagi kelompok-kelompok pengusaha yang diajak bekerja sama.
Terbentuknya pengusaha klien
Ketika pemerintah Meiji di Jepang akan melakukan industrialisasi pada abad XIX, kebijaksanaaan Pemerintah Meiji adalah untuk memberikan proteksi dan subsidi kepaa para pengusaha agar dapat terbentuk kelompok borjuasi industry nasional. Hal yang sama juga dilakukan oleh Korea Selatan pada pemerintahan Rhee atau Park Chunng Hee pada pertegahan abad XIX ini.
Sejauh ini meskipun Indonesia dinilai cukup berhasil melaksanakan industrialisasi, perusahaan besar yang tangguh belum lagi muncul. Konglomerasi yang ada dinilai hanya jago kandang, karena mereka hanya lebih mengandalkan pada permintaan dalam negeri, tetapi kurang mampu bersaing di pasaran internasional. Hal ini tidak mengherankan karena konglomerasi yang tumbuh di Indonesia bukan berasal dari seleksi alam, melainkan dari prakrik-praktik patronase politik yang melibatkan para pengusaha dan kalangan elit birokrasi
Karakteristik pengusaha orde baru
Ketika pemerintah orba yang didukung oleh militer mulai menjalankan kekuasaannya, kondisi ekonomi Indoesia sangat memprihatinkan karea inflasi mencapai 600%, sedangkan utang yang macet hingga $2 milyar, dan kegiatan investasi praktis lumpuh.
Tahun 1970-an Indonesia mulai dibanjiri investasi asing, erutama dari jepang dalam bentuk perusahaan patungan. Yang paling banyak diminati saat itu adalah lisensi impor berbagai kebuthan bahan pokook. Selain adanya fasilitas atau kemudahan yang diberikan pemerintah, bidang ini paling banyak mendatangkan keuntungan. Kegairahan usaha yang ditambahkan dengan bom minyak ini telah mengontrol pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 7% pertahun dari target 5% per tahun.
Kemudahan-emudahan yang diberikan pemerinah melalui kredit investasi sering dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk kepentingan pribadii. Seperti yang diungkapkan oleh Kwiek Kian Gie, beberapa cara licik yang dimanfaatkan oleh para pengusaha yaitu:
1. Overpricing, yaitu melipat gandakan harga produk impor ntuk investasi sehingga seorang pngusaha dapat memperoleh barang sekaligus;
2. Mengeduk pinjaman dari bank sebanyak mungkin;
3. Memanipulasi pembukuan dan prospectus perusahaan guna menguras dana murah massyarakat dari bursa saham.
Momen Penting Terbentuknya Patron Bisnis
1. Program benteng: dimaksudkan untuk membantu mendorng kaum pribumi agar mereka lebih aktif terjun dalam dunia usaha.
2. Pemerintah mengakomodasi kekuatan militer dalam parlemen serta peran politik lainnya sebagai dampak unjuk rasa yang dilakukan militer pada 17 Oktober 1952
3. Pemberontakan DII/TII dan PRRI/Permesta mendorong peran militer dalam politik semakin kuat.
4. UU Darurat Militer tidak hanya memberi peran yang kuat militer dalam politik, juga dalam bidang ekonomi.
5. Perubahan peta politik sesudah 1965
6. Pada masa pemulihan ekonomi, Orba mengundang modal asing untuk memperoleh kepercayaan dari luar negeri.
7. Kelimpahan uang minyak merupakan lompatan besar dalam pembentukan patronase bisnis.
Pembangunan dan Pertahanan Patronase Bisnis
1. Golongan pengusaha dan pedagang di awal orba tidak memiliki peran politik.
2. Dengan kekatan ini, patron politik mengalokasikan kekayaan Negara serta memberi konsensi Negara kepada pengusaha klien yang bergantung pada birokrat politik.
3. Terjunnya para pejabat tinggi ke dalam bisnis tidak memperkuat kedudukan mereka dalam kekuasaan politik dan birokatis, tetapi uga menadi pengusaha patron yang sekaligus memegang kendali politik.
4. Keberhasilan bisnis di kalangan patron politik tidak ditentukan oleh kemampuan modalnya memenangkan kompetisi
5. Perusahaan dagang yang dikuasai militer lebih sebagai lembaga untuk mengalokasikan lisensi-lisensi impor dan pendistribusian kepada pengusaha China dan asing.
6. Para birokrat politik yang terjun dalam dunia bisnis bukan lah kalangan yang memiliki modal, teknologi dan pngetahuan atau pengalaman mengelola bisnis.
7. Persekutuan ini mereka bangun tidak melaui saluran-saluran kebijakan umum yang diatur dalam sebuah departemen, tetapi melalui hubungan langsung di antara pusat-pusat kekuasaan dengan kelompok bisnis tertentu.
8. Untuk konsensasi pertambangan dan kehutanan, para birokrat politik yang terjun dalam dunia bisnis tidak memerlukan dana dari Negara, karena perusahaan patungan mereka sepenuhnya didanai oleh modal asing.
9. Para pengusaha yang bergantung kepada patron politiknya selalu memanfaatan patron mereka untuk memperoleh akses usaha yag lebih luas.
10. Para birokrat politik yang tumbuh menjadi pengusaha patrn tidak berkepentingan dngan akumulasi modal yang produktif.
11. Tergantungnya para pengusaha klien pada patron politik bersumber pada posisi politik patron.
12. Dalam hubungannya dengan poolitik ekonomi perusahaan-perusahaan yang dibangun dalam patronase bisnis memperoleh fasilitas proteksi tariff yang tinggi dan hak memonopoli untuk menguasai pasar domestic.
13. Tujuan para pejabat dan keluarga terjun alam dunia bisnis lebih bertujuan memupuk kekayaan dibandingkan investasi besar yang berjangka panjang
14. Patronase dibangun dan dipertahankan jaminan politik tanpa demokrasi dan perlindungan HAM.
Tipe Pengusaha Klien
1. Government Contractor: berbagai macam kontrak pemerintah diberikan kepada warga Negara sering digunakan untuk mendapatkan dukungan dari pengusaha pribumi.
2. Monopoly traders: mengumpulkan upeti dari para pedagang adalah metode konvensional yang sudah berlaku semenjak para colonial hingga saat ini untuk membiayai kegiata politik mereka.
3. Concessionaires: Negara memiliki wewenag untuk memberikan konsensi kepada mereka yang berkeinginan untuk mengekspoitasi sumber daya alam yang dimiliki Negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945
4. Licensed Manufacture: kategori ini berkaitan dengan perencanaan ekoonomi kebijakan intervensionis dari Negara.
5. State-private joint venture antara sector swasta dan Negara dibentukoleh kebijakan pemerintah.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete